Sumber: Komunitas AYAH EDY
Satu hari saya kedatangan seorang tamu dari negeri Eropa,
dan seperti biasa... setelah tugas-tugas utama kami selesai, saya selalu
menawarkan dan mengajak rekan saya untuk berjalan-jalan melihat-lihat keindahan
objek-objek wisata kota Jakarta
dan sekitarnya.
Dan sepanjang jalan kami terus berbincang-bincang mengenai
berbagai hal. Dan pada saat kami ingin menyeberang jalan kawan saya ini selalu
berusaha untuk mencari zebra cross untuk tempat kita menyebrang.
Berbeda dengan saya sendiri dan kebanyakan orang Jakarta
pada umumnya yang dengan mudahnya menyeberang jalan dimana saja ia suka, bahkan
tidak hanya menyebrang jalan, banyak dari mereka yang dengan santainya
melompati pagar pembatas jalan yang tingginya hampir satu meter.
Dan sungguh aneh bahwa teman saya ini tetap saja tidak
terpengaruh oleh situasi, dan masih saja terus mencari zabra cross setiap kali
dia mau menyeberang. Meskipun saya tahu bahwa di Indonesia
tidak setiap jalan dilengkapi dengan zebra cross.
Dan yang lebih memalukan lagi adalah bahwa meskipun sudah
ada zebra cross tetap saja para pengemudi tidak mau memberikan kita jalan dan
tetap menancap gasnya sehingga rekan saya ini sering menggeleng-gelengkan
kepalanya tanda begitu kagumnya terhadap prilaku bangsa kita.
Sebuah fenomena yang cukup menggelitik yang tampak nyata di
depan saya, perbedaan antara teman saya yang dari Eropa ini dengan saya dan
bangsa saya.
Dan pada saat kami sedang beristirahat disalah satu tempat
wisata, akhirnya tak tahan lagi bagi saya untuk menanyakan pandangan teman saya
ini mengenai fenomena menyebrang jalan tadi, meskipun sebenarnya dalam hati
kecil saya merasa agak malu juga.
Saya bertanya mengapa orang-orang di negara kami menyebrang
tidak pada tempatnya, meskipun sesungguhnya jika ditanya mereka tahu bahwa
Zebra Cross itu adalah tempat untuk menyebrang jalan.
Sementara saya perhatikan, anda selalu konsisten mencari
zebra Cross untuk tempat menyebrang meskipun tidak semua jalan di negara kami
dilengkapi dengan zebra cross, tanya saya padanya.
Setelah selesai menyantap makan siangnya lalu pelan-pelan
dia mulai menjawab pertanyaan saya. Katanya... Edy... Its all happen because of
The Education System. Edy semua ini terjadi penyebabnya adalah karena sistem
pendidikan, katanya. Wah... bukan main kagetnya saya mendengar jawaban rekan
saya ini, apa hubungannya antara menyebrang jalan sembarangan dengan sistem
pendidikan? dalam hati saya berpikir.
Lalu teman saya ini melanjutkan penjelasannya, Di dunia ini
ada dua jenis sistem pendidikan, yang pertama adalah sistem pendidikan yang
hanya menjadikan anak-anak kita menjadi mahluk “Knowing” atau sekedar tahu
saja, sedangkan yang lainnya sistem pendidikan yang mencetak anak-anak menjadi
mahluk “Being”.
Lalu saya katakan apa maksudnya?
Ya kebanyakan sekolah yang ada hanya bisa mengajarkan banyak
hal untuk diketahui para siswanya... sementara sekolah tadi tidak mampu
membangun kesadaran siswanya untuk mau melakukan apa yang dia ketahui itu
sebagai bagian dari kehidupannya.
Sehingga anak-anak tumbuh hanya menjadi “Mahluk Knowing”
hanya sekedar mengetahui bahwa zebra cross adalah tempat menyeberang, tempat
sampah adalah untuk menaruh sampah tapi mereka tetap menyebrang dan membuang
sampah sembarangan.
Ciri-ciri sekolah semacam ini biasanya memiliki banyak
sekali mata pelajaran yang diajarkan pada siswanya... hingga tak jarang membuat
para siswanya stress dan mogok sekolah, segala macam di ajarkan dan banyak hal
yang di ujikan... tetapi tak satupun dari siswa yang menerapkannya setelah
ujian dilakukan ya... karena ujiannyapun hanya sekedar tahu saja “Knowing”.
Sementara di negara kami... sistem pendidikan benar-benar di
arahkan untuk mencetak manusia-manusia yang tidak hanya tahu apa yang benar
akan tetapi mereka juga mau melakukan apa yang benar sebagai bagian dari
kehidupannya.
Di negara kami anak-anak hanya di ajarkan 3 mata pelajaran
pokok yakni Basic Sains, Basic Art dan Social yang semuanya dikembangkan melalui
praktek langsung dan studi kasus terhadap kejadian nyata yang terjadi diseputar
kehidupan mereka. Sehingga mereka tidak hanya tahu, malainkan mereka juga mau
menerapkan ilmu yang diketahuinya dalam keseharian kehidupan mereka.
Anak-anak ini juga tahu persis alasan mengapa mereka mau
atau tidak mau melakukan sesuatu. Cara ini mulai di ajarkan pada anak sejak
usia mereka masih sangat dini agar terbentuk sebuah kebiasaan yang kelak akan
membentuk mereka menjadi mahluk “Being”. Yakni manusia-manusia yang melakukan
apa yang mereka tahu benar.
Wow! Sungguh penjelasan yang luar biasa dan telah membuat
saya begitu tercengang! Betapa sekolah itu sesungguhnya begitu memegang peran
yang sangat penting bagi pembentukan prilaku dan mental anak-anak bangsa. Betapa
sebenarnya sekolah tidak hanya berfungsi sebagai lembaga sertifikasi yang hanya
mampu memberi ijazah para anak bangsa.
Ya... kini saya mulai menyadari bahwa sekolah-sekolah kita
mestinya lebih di arahkan untuk mencetak generasi yang tidak hanya sekedar tahu
tentang hal-hal yang benar tapi jauh lebih penting untuk mencetak anak-anak
yang mau melakukan apa-apa yang mereka ketahui itu benar. Ya... Mencetak
manusia-manusia yang “Being”.
Apakah sekolah-sekolah kita? Ya! Tempat anak-anak kita
bersekolah telah menerapkan sistem pendidikan dan kurikulum yang akan
menjadikan anak-anak kita untuk menjadi mahluk “Being” atau hanya sekedar
menjadi Mahluk “Knowing” saja?
www.ayahkita.blogspot.com
-ayah edy-
Kisah di ambil dari buku Ayah Edy Punya Cerita